T&F Anniversary

Daisypath - Personal pictureDaisypath Anniversary tickers

Tuesday, December 13, 2022

FATHYA NARA SYAIRA

Nara...

anak kedua ku...

si kecil yang sekarang berumur 5 tahun... ya 5 tahun dan belum pernah sekalipun ku update namun rencana kelahirannya sesuai dengan yang ku rencanakan. Sebelum ku berumur 30 tahun.. hore 1 rencana lagi berhasil

Kadang kita mikir goals tiap tahun, malah aku beban ya karena ga berhasil.. atau emang aku yang ga bisa pasang target :)

Back to Nara... saat ini dia sedang bersekolah di TK Hang Tuah 14 Malang, sekolah milik nya TNI AU. Semoga nular ya nak, bisa jadi TNI wow wwwooowwww

Mulai bayikkk.. Nara udah aku titipin ke Mbak Inda, istri mas Sarji, teman sekantorku. Alhamdulillah beliau berdua orang baik, ngasih pendidikan yang baik pula. 

Karena sebelumnya, sempet mikir, hamil lagi ga ya.. nanti siapa yang jagain, Mama ga ada.. mau berharap kepada siapa.. tapi aku yakin masih ada orang baik yang akan membantu

Dan si bocah pun sudah TK A, dengan penuh kembanyolan dan keunikan hahahaha

K A T A R S I S (ku)

Hai...
Sepertinya aku memang harus kembali kesini..
with all the problems yang akhir-akhir ini atau 2 tahun ini yang harus aku "kuasai", cara paling baik adalah -meng-katarsis diri sendiri ha ha ha kadang mudah diucapkan pada klien, tapi tidak untuk diriku sendiri

KATARSIS adalah pelepasan emosi atau keluh kesah yang tersimpan di dalam batin. Dalam ilmu psikologi, katarsis juga dimaknai sebagai cara untuk melampiaskan emosi secara positif agar seseorang merasa lebih lega dan bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan perasaan yang lebih baik.

Segala hal yang terjadi 2 tahun ini as a mom, as a career women ternyata tidak bisa berjalan lurus seperti yang aku harapkan. Tuntutan kerja, rekan atau bos yang toxic, kalau ga pinter kita manage pun bisa membuat kesehatan mental terganggu.

Kok ngeluh ? kurang bersyukur ? bukan ituuu... kecuali memang hanya aku yang merasakan, tapi ini hampir seluruhnya.. apa aku berbeda ? tidak ! kamu tidak berusaha menjadi baik agar disayang bos mu atau teman mu, kamu berusaha memberikan yang terbaik untuk semua. Kamu tahu sekali itu. Karena ketika kamu ingin mengenal orang lain, makan kamu belajar dulu untuk mengenal dirimu sendiri.

Aku baru sadar, orang yang awalnya baik, bisa berubah menjadi orang yang buruk ketika di maintance dengan buruk pula. Mungkin orang diluar sana akan melihat, oh dia baik-baik saja, dia hepi, dia nyaman, tapi ingat manusia punya seribu wajah. Dan yakinlah, wajah "bohong" itu juga sebagai salah satu hormat di dalam etika birokrasi yang kami harus lakukan.

Ketika orang menyuruh untuk keluar dan zona nyaman-nya, mungkin saja orang tersebut sudah nyaman dengan zona nyaman dia sendiri yang sudah pasti berbeda dengan zona nyoman orang lain/

Lahir, bertumbuh, pengalaman, saya yakin setiap orang memiliki perbedaan dan sedikit sekali memiliki kemiripan. Orang yang sanagat amat miskin, pasti mempunyai pengalaman berbeda dengan yang sangat miskin laiinya. Baik internal maupun eksternal. Bagaimana bisa itu di generalisasikan, dipaksakan untuk menajdi bisa, diminta untuk menjadi yang di minta ? tanpa ada penghargaan, perasaan untuk dihargai, dikasihi, disayangi. Ini bukan masalah uang...

Maslow sendiri mengatakan, standart kebutuhan orang lain paling tinggi adalah aktualisasi diri, namun ini keblablasan.. hanya memenuhi kebutuhan paling bawah kurasa.

Terkadang memikirkan kebaikan untukku dan keluargaku saja sudah sanagat sulit. Bagaimana cara melepaskan apa yang ku dapat di kantor untuk pulang membawa senyuman dan kasih sayang pada anak, tanpa ada luapan emosi, teriakan, saat ini sanagt sulit..

Suamiku yang tak lagi melihat senyum ceriaku, katanya. Setiap hari wajahku cemberut dengan double cin... sungguh ingin ku rubah. Tapi terkadang bisa apa. Teman yang ku lihat mendukung, kadang menusuk dari belakang karena ingin terlihat baik di mata pimpinan.

Mental yang sudah di rusak, mengambil psikis sebagai jalan untuk menjatuhkan lawan, suatu jurus jitu yang ku akui hebat. Namun hebat untuk dirinya sendiri, bukan untuk kebaikan yang lain..


لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
"La tahzan innallaha ma'ana"

Artinya: "Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita".

Thursday, June 2, 2016

Kanya as a Threenager

Kalau Uti Kanya maen ke rumah, pasti beliau nyeritain cucu-nya yang Threenager banget. Saya sampai ketawa cekikikan *apa ya bahasanya* ga jelas, endel banget lah pokoknya. Saya pikir karena perkembangan jaman, anak-anak sekarang berperilaku kayak ABG, tapi ternyata nggak juga. Dan ini berlaku pada anak cewek eike, si Kanya. Saya sampai geleng-geleng pantat kepala, kalau liat tingkah lakunya. Mana udah tau cowok *ini ulah tantenya*, tetiba berubah galau, pura-pura nangis, dan beribu keunikan lainnya. Kalau diinget bikin saya murka sih kadang-kadang..

Yang paling baru, ketika kemarin Kanya sakit, dia minta Bapak-nya dibelikan Baksyo *huruf Y nya dibaca yaa.. si endel kalau ngomong gitu. lelah saya*. Pada saat itu lagi ujan lumayan deres, dan renggekan juga makin deres. Dengan niat teguh, sang Bapak berangkat memenuhi permintaan anak cewek-nya. Ketika si Baksyo datang, Bunda siapin di mangkok, siap ndulang, bos kecil bilang "Kanya ga mau *sambil tutup mulut*, Kanya kenyang, terus dia tiduran*... Bapak-nya Kanya langsung cemberut :')

Dari artikel yang saya baca disini pada prinsipnya anak usia tiga ingin menunjukkan bahwa ia (berpikir) bisa melakukan banyak hal sendiri. Setelah dua tahun merasa bergantung pada orang tua dalam melakukan apa-apa, kini saatnya ia ‘meneriakkan’, “Aku bukan anak kecil lagi! Aku sudah besar! Aku bisa sendiri!”. Itulah sebabnya mereka merasa pendapat mereka penting untuk Anda dengarkan. Masalahnya, orang tua sering melihat apa yang mereka lakukan atau inginkan tidak pas dengan keinginan orang tua. Inilah yang menyebabkan orang tua dan anak jadi ribut. *ribut yeessss.... sewring bingits*

Sama nggak sih ? ini ciri-ciri kalau si bos kecil menjadi Threenager ? :)
  1. Ada ketakutan tersendiri ketika menghidangkan kue atau makanan untuk anak kita. Kadang-kadang minta dipotongin bentuk kotak, tiba-tiba berubah pikiran lagi. heddeehh...
  2. Teges banget sambil tangan di taruh pinggang "aku ga mau..." "aku bisa sendiri..." dls
  3. Selalu protes kalau dipilihin baju, mau-nya milih sendiri dan baju itu terus yang dipilih *oalah nduk, cepet mbulak*
  4. Inget kalau main di playground atau dimanapun dan kita pengen mereka berhenti ? pas kita gendong, tiba-tiba mereka tiduran terus badannya berat bangett.. *haduh naakk... draammaaaa!!!*
  5. Kalau habis mandi dan dipakaikan pakain, mereka laaarrii... aarrggghhh !!
  6. Disuruh bobok siang, pasti ada aja deehh alasannya. Padahal mata udah keriyep-kriyep begituh.
......sabar ya Bun, mereka lucu dan akan besar nantinya. Hiks jadi terharu !!

Ada beberapa tips yang saya baca disini dan bisa diaplikasin :


Hadapi dengan Santai
Hal terbaik yang bisa Anda lakukan saat menghadapi anak threenager yang berulah adalah tetap tenang. Memang tidak segampang kedengarannya. Apalagi mereka seakan selalu tahu kapan membuat Anda kesal. Tapi anak-anak selalu meniru kebiasaan orang tuanya. Jadi dengan tetap tenang Anda mengajarkannya bagaimana mengontrol perasaannya saat masalah datang. Karena terkadang mereka hanya mengetes reaksi orang tua mereka.

Berikan ‘Sedikit’ Kebebasan
Anak tiga tahun sering kali kesulitan menyatakan kebebasannya dan ini yang menyebabkan orang tua dan batita sering ‘perang’. Cara terbaik mengatasi ini adalah dengan memberikan beberapa kebebasan. Walaupun ia melakukan apa yang Anda tidak suka, tanyakan pada diri Anda sendiri apakah hal tersebut memang benar-benar penting. Jika tidak, biarkan ia melakukannya. Berpakaian adalah isu penting bagi anak tiga tahun. Mereka sering memiliki ide tentang apa yang ingin mereka pakai, yang bisa jadi berbeda dengan orang tua mereka. Ingatlah bahwa batasan yang paling utama tidak boleh mereka lakukan adalah yang membahayakan jiwa dan kesehatan mereka sendiri (termasuk menyakiti diri sendiri), membahayakan jiwa dan kesehatan orang lain, merugikan orang lain, menyakiti orang lain, dan merusak barang-barang.

Lakukan Bersama

Menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain bersama anak-anak juga bisa membantu. Jika Anda hanya menyuruh anak-anak melakukan sesuatu sendiri, misalnya makan, maka ia akan berpikir, ‘Kenapa hanya saya yang disuruh-suruh makan?’. Dia merasa dirinya sudah besar, sehingga ingin melakukan aktivitas bersama orang-orang besar lainnya. Jadi sebaiknya ajak ia makan bersama di meja makan seperti orang dewasa.

Rasa Humor
Memang tingkah laku batita sering membuat Anda ingin menarik-narik rambut Anda. Tapi humor bisa meredakan stres Anda dan anak. Ingatlah untuk selalu melihat sisi lucu dari segala hal, tak peduli ‘serusuh’ apa rasanya situasi yang tengah Anda hadapi atau seburuk apa tingkah laku mereka. Masa-masa ini tidak akan berlangsung selamanya, kok.Hadapi dengan Santai.

Hal terbaik yang bisa Anda lakukan saat menghadapi anak threenager yang berulah adalah tetap tenang. Memang tidak segampang kedengarannya. Apalagi mereka seakan selalu tahu kapan membuat Anda kesal. Tapi anak-anak selalu meniru kebiasaan orang tuanya. Jadi dengan tetap tenang Anda mengajarkannya bagaimana mengontrol perasaannya saat masalah datang.

 Masa-masa ini tidak akan berlangsung selamanya, kok.





Saturday, September 19, 2015

PENDIDIKAN UNTUK ANAK PENYANDANG DISABILITAS

sumber : tribunnews.com

Anak luar biasa atau penyandang cacat menurut Rahardja (2003:6) diartikan sebagai ”anak yang memiliki kelainan fisik, emosi, mental, sosial, atau gabungan dari kelainan tersebut yang sifatnya sedemikian rupa sehingga memerlukan layanan pendidikan secara khusus”. Dalam konteks pendidikan khusus, anak luar biasa diartikan sebagai peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Anak penyandang cacat haruslah dipenuhi kebutuhan pendidikannya. Kesalahan-kesalahan yang ada di dalam keluarga akan membuat pemenuhan kebutuhan menjadi tidak efektif lagi. Untuk anak cacat kebutuhan pendidikan software digunakan dalam semua jenis kecacatan, namun untuk hardware diberikan sesuai jenis kecacatan yang dimiliki oleh anak tersebut. Contohnya untuk tunanetra dengan pemberian alat untuk menulis Braille (mesin tik, kertas, jarum), tunarungu dengan memberikan alat bantu dengar, kaca, dan buku-buku berbahasa isyarat, terakhir untuk tunagrahita yaitu ala tulis seperti pensil, buku, dan lain sebagainya.
Anak cacat sendiri mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, karena itu diperlukan adanya perbedaan-perbedaan kelas, sehingga pemberian pendidikan pun akan menjadi mudah. Dibawah ini akan dijelaskan tentang jenis-jenis anak penyandang cacat:

a. Tunanetra (A)
Tunanetra diartikan sebagai orang yang memilki ketajaman penglihatannya 20/200 feet atau lebih kecil pada mata yang terbaik setelah dikoreksi dengan mmpergunakan kacamata, atau ketajaman penglihatannya lebih bailn pendidikan dapat diartikan sebagai orang yang karena kelainan penglihatannya, mereka harus diajari dengan mempergunakan Braille. Siswa yang partially sighted dalam perspektif ini adalah anak yang masih mempunyai sisa penglihatan sehingga mereka dapat membaca huruf cetak apakah huruf cetak yang dibesarkan atau dengan mempergunakan kaca pembesar dengan sinar khusus.
Menurut Somantri (1996:52-53), anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dalam kondisi berikut:
1) Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas
2) Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu
3) Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak
4) Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan
Berdasarkan acuan tersebut, maka anak tunanetra dapat dikelompokkan menjadi dua macam,
a) Buta
Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar (visusnya = 0)
b) Low Vision
Bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21 feet, atau anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar.
Anak tunanetra memiliki karakteristik kognitif, sosial, emosi, motorik, dan kepribadian yang sangat bervariasi. Hal ini sangat bergantung pada sejak kapan anak mengalami ketunanetraan, bagaimana tingkat ketajaman penglihatannya, bagaimana usianya, serta bagaimana tingkat pendidikannya.
Secara ilmiah, ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, apakah itu faktor dalam diri anak (internal) ataupun faktor dari luar anak (eksternal). Termasuk faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat hubungannya dengan keadaan bayi selama masih dalam kandungan. Kemungkinannya karena faktor gen (sifat pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal ialah faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan. Misalnya: kecelakaan, terkena penyakit shipilis yang mengenai matanya saat dilahirkan, pengaruh alat bantu medis (tang) saat melahirkan sehingga mengenai sistem syarafnya, kurang gizi atau vitamin, terkena racun, virus trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, serta peradangan mata karena penyakit, bakteri, atau virus.
Penyandang tunanetra sering dipandang sebagai individu yang memilki ciri khas, diantaranya secara fisik penyandang tunanetra dapat dicirikan dengan tongkat, dog, guide, menggunakan kacamata gelap, dan ekspresi wajah tertentu yang datar. Secara sosiologis, penyandang tunanetra juga sering dicirikan dengan mengikuti sekolah-sekolah khusus, jarang bekerja di lingkungan industri, dan secara ekonomis memiliki sifat ketergantungan yang tinggi. Sedangkan secara psikologis mereka sering dicirikan dengan pemilikan indera superior terutama dalam hal perabaan, pendengaran, dan daya ingatannya. Secara umum orang awas juga berpendapat bahwa penyandang tunanetra memiliki masalah pribadi dan sosial yang lebih besar dibandingkan dengan orang awas.
Bagi anak tunanetra, ia harus mempelajari lingkungan sekitarnya dengan menyentuh dan merasakannya. Selain itu, untuk mengetahui objek, mereka mengetahui dengan cara mendengarkan suaranya. Namun, itu semua tidak menjadikan intelegensi mereka menjadi lemah atau kurang. Dalam pendidikan formal, anak tunanetra dibagi dalam beberapa kelas sesuai jenjang pendidikannya. Dikarenakan mereka tidak ber-IQ rendah, maka banyak anak tunanetra yang dimasukkan dalam kelas anak yang normal (inklusi), namun hanya pada pelajaran tertentu. Anak tunanetra memakai huruf braille dalam membaca kata-kata untuk dipelajari, caranya dengan menyentuh huruf itu dan membaca tanda-tanda yang berupa titik timbul. Mereka juga diajarkan untuk memakai mesin ketik untuk orang normal dan cacat itu sendiri. Dari kegiatan mempelajari lingkungan tersebut, anak tunanetra mempunyai tingkat menghapal yang sangat bagus. Jadi ketika menulis, berjalan di lingkungan sekitar, mereka tidak merasakan adanya kesusahan.
Untuk pendidikan informal, keluarga menganggap bahwa anak tunanetra masih bisa di didik lebih baik dari jenis kecacatan lainnya. Pemenuhannya bisa dengan jalan menjelaskan kepada mereka apa yang terjadi di lingkungannya, baik dan buruk dalam bersikap, adab, dan sopan santun. Pendidikan agama yang berupa gerakan sholat dan mengaji mereka pelajari dengan menghafalkannya. Gerakan sholat diberikan dengan jalan dia harus merasakan gerakan yang diberikan kepada tubuh mereka. Contohnya gerakan ruku’, maka bisa dengan jalan menyuruh mereka membungkuk.
Dalam pemenuhan pendidikan non-formal, anak tunanetra dapat diajarkan keterampilan dalam hal kesenian yaitu menyanyi. Bisa saja dengan alat musik, yang not-notnya sudah dihafalkan terlebih dahulu. lain yang diajarkan adalah pijat atau massage, biasanya SLB akan mengirimkan anak didiknya untuk melanjutkan pendidikan di Malang atau Bandung dan mereka akan mendapatkan semacam sertifikat sehingga mereka bisa bekerja sebagai tukang pijat. Biasanya anak tunanetra lebih menonjol di bidang menyanyi, dikarenakan salah satu funsi indera tidak bekerja, maka indera yang lain menjadi lebih baik. Harapan orang tua dari anak tunanetra yang memasukkan anaknya ke SLB agar paling tidak mereka bisa mengerti tentang apa yang perlu diketahuinya walaupun mereka tidak bisa melihat dan juga mempuyai pengetahuan yang dapat berguna bagi dirinya sendiri dan orang lain

b. Tunarungu (B)
Dalam mendefinisikan tunarungu ditinjau dari sudut pandang kebutuhan pendidikan, adalah penting untuk mempertimbangkan antara beratnya kehilangan pendengaran dan usia terjadinya ketulian yang diperoleh seseorang. Beratnya ketulian sangat penting dalam menentukan penggunaan sisa pendengaran yang mungkin masih dimiliki oleh anak. Usia terjadinya ketunarunguan merupakan suatu pertimbangan yang harus dikritasi, karena bagaimanapun ada hubungannya dengan perkembangan bahasa.
Batasan tentang tunarungu dipergunakan untuk menggambarkan mereka yang termasuk apakah tuli atau kurang dengar. Kurang dengar adalah tunarungu, apakah permanen atau berubah-ubah, yang berpengaruh terhadap pendidikan yang tidak termasuk ke dalam kelompok tuli. Tuli diartikan sebagai tunarungu yang cukup berat sehingga anak mempunyai kesulitan dalam melakukan proses informasi linguistik melalai pendengaran, dengan atau tanpa alat bantu dengar, yang berpengaruh terhadap pendidikan.
Klasifikasi menurut tarafnya dapat diketahui dengan tes audiometris. Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan menurut Dwidjosumarto (1990:1) dalam Soemantri (1996:76) diklasifikasikan sebagai berikut:
Tingkat I Kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 45 dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus
Tingkat II Kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 dB, penderitanya kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus. Dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara, dan bantuan latihan berbahasa secara khusus.
Tingkat III Kehilangan kemampuan mendengar antara 70 dB sampai 89 dB; dan
Tingkat IV Kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.
Penderita dari kedua kategori terakhir ini dikatakan mengalami tuli. Dalam kebiasaan sehari-hari mereka sekali adanya latihan berbicara, mendengar, berbahasa dan pelayanan pendidikan secara khusus. Anak yang kehilangan kemampuan mendengar dari tingkat III samapi tingkat IV pada hakekatnya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Perkembangan kemampuan bahasa dan komunikasi anak tunarungu terutama yang tergolong tuli tentu tidak mungkin untuk sampai pada penguasaan bahasa melalui pendengarannya, melainkan harus melalui penglihatannya dana memanfatkan sisa pendengarannya. Oleh sebab itu komunikasi bagi anak tunarungu mempergunakan segala aspek yang ada pada anak tunarungu tersebut. Adapun berbagai media komunikasi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1) Bagi anak tunarungu yang mampu bicara tetap menggunakan bicara sebagai media dan membaca ujaran sebagai sarana penerimaan dari pihak tunarungu.
2) Menggunakan media tulisan dan membaca sebagai sarana penerimaannya.
3) Menggunakan isyarat sebagai media.
Perhatian akan kebutuhan pendidikan bagi anak tunarungu tidaklah dapat dikatakan kurang karena terbukti bahwa anak tunarungu telah banyak yang mengikuti pendidikan sepanjang lembaga pendidikan ini dapat dijangkaunya. Persoalan baru yang perlu mendapat perhatian jika anak tunarungu tetap saja harus sekolah pada sekolah khusus (SLB) akan timbul permasalahan bahwa anak-anak yang tempat tinggalnya jauh dari SLB tentu saja mereka tidak dapat bersekolah. Usaha lain muncul adalah didirikannya asrama di samping sekolah khusus itu. Rupanya usaha ini tidak dapat diharapkan menjadi satu-satunya cara untuk menyekolahkan mereka. Usaha lain yang mungkin akan mendorong anak tunarungu dapat bersekolah dengan cepat adalah mereka mengikuti pendidikan pada sekolah normal atau biasa dan disediakan program-program khusus bila mereka tidak mampu mempelajari bahan pelajaran seperti anak normal.
Anak tunarungu sekarang dimasukkan ke kelas-kelas terbang atau kelas yang berpindah-pindah sesuai dengan mata pelajaran yang diikutinya. Untuk kecacatan ini, pola pendidikannya lebih fokus pada usaha-usaha pemberian keterampilan membaca, berhitung, dan pemahaman bahasa. Sehingga di setiap kelas diberikan sebuah kaca besar untuk membantu memberikan pelajaran melalui pengucapan kata dengan menghafalkan gerak bibir, selain itu ada kelas tertentu untuk mengajarkan kosa kata dari bahasa khusus untuk tunarungu atau sering disebut bahasa kial. Kurikulum pendidikan formal untuk anak tunanetra masih mengikuti anak normal, sehingga mereka masih kesusahan dalam memahami maksud dari isi buku tersebut. Karena mereka lebih mudah belajar yang disertai dengan gambar-gambar. Untuk komunikasi, mereka menggunakan bahasa kial yaitu bahasa isyarat tangan. Pelajaran itu sudah diberikan waktu awal mereka masuk sekolah agar mereka dapat berkomunikasi dengan teman-teman yang lainnya. Yang paling penting dalam pendidikan formal adalah pemberian pelajaran khusus mengenai keteramplan bersuara mirip dengan anak normal dan memang itu harus dipaksankan.
Pemberian pendidikan informal akan lebih sulit diajarkan lewat cerita-cerita saja, sehingga diperlukan adanya contoh-contoh yang dimasukkan agar anak mudah menghafal. Pendidikan yang lain seperti gerakan sholat lebih mudah dihafalkan, karena mereka dapat melihat contohnya secara langsung, namu untuk bacaan, mereka belajar dengan menghafalkan cara pengucapan. Pendidikan non-formal yang diberikan adalah keterampilan yang tidak banyak memakai fungsi bicara dan pendengaran. Seperti kegiatan menjahit, mengobras, salon, membuat makanan, dan masih banyak keterampilan lainnya. Anak tunarungu baik sekali didalam bidang menari atau olah tubuh, mereka mempelajarinya lewat ketukan. Jadi bila ada suatu acara, mereka lebih banyak diikutkan di bidang gerak tubuh. Orang tua dari anak tunarungu ini berharap agar mereka memanfaatkan apa yang masih dimilikinya yang dimaksudkan untuk bisa berkomunikasi dan mengetahui ilmu pengetahuan.

c. Tunagrahita (C)
Berbagai istilah telah banyak dipergunakan bagi anak-anak tunagrahita atau retardasi mental. Kecenderungan istilah yang sekarang dipergunakan adalah developmental disabillity daripada mental retardation. Layanan pendidikan bagi anak tunagrahita berkembang selama tahun 1950 dan 1960, para guru mempergunakan peristilahan untuk menggambarkan siswanya sesuai dengan klasifikasi akademisnya.
Cara mengelompokan yang lain telah sering dipergunakan oleh para psikolog dan dokter. Mild mental retardation, moderate mental retardation, severe mental retardation, dan profound mental retardation telah dipergunakan untuk mengklasifikasikan anak tunagrahita berdasarkan tes IQ. Sejak tahun 1992 penggunaan definisi lebih menekankan kepada adaptasi perilaku sebagai pengukuran retardasi mental dan kurang menekankan pada IQ. Definisi tersebut menggambarkan sepuluh kategori adaptasi perilaku mulai dari keterampilan berkomunikasi, keterampilan sosial, sampai keterampilan bekerja. Meskipun ada beberapa kesulitan dalam setting pendidikan, ada hal yang perlu diperhatikan yaitu tentang apa yang diperlukan anak agar memperoleh keberhasilan di sekolah dan kemandiriannya di dalam hidupnya apabila memungkinkan.
Terdapat beberapa karakteristik umum anak grahita yang dapat kita pelajari sebagai berikut (Somantri, 1996:85):
1) Keterbatasan Intelegensi
Intelegensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar berhitung, menulis, dan membaca juga terbatas, kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
2) Keterbatasan Sosial
Anak tunagrahita memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda dari usianya, ketergantungan terhadap orangtua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi. Cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
3) Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya
Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk melaksanakan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin yang secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan dan tugas dalam jangka waktu lama.
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi akan tetapi pusat pengolahan atau perbendaharaan kata yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena itu mereka membutuhkan kata-kata konkrit dan sering didengarnya. Selain itu perbedaan dan persamaan harus ditunjukkan secara berulang-ulang. Latihan-latihan sederhana seperti megajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah, pertama, kedua, dan terakhir, perlu menggunakan pendekatan yang konkrit.
Selain itu, anak tunagrahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan buruk, benar dan salah. Ini semua karena kemampuannya yang terbatas, sehingga anak tunagrahita tidak dapat membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan. Orang yang paling banyak menanggung beban akibat ketunagrahitaan adalah orang tua dan keluarga anak tersebut. Keluarga anak tunagrahita berada dalam resiko, mereka mengahadapi resiko yang berat. Saudara-saudara anak tersebut pun menghadapi hal-hal yang bersifat emosional.
Untuk anak tunagrahita, pembelajaran lebih menekankan dari kegiatan mencontoh perilaku. Dikarenakan adanya keterbatasan intelegensi, maka dalam pendidikan formal mereka lebih difokuskan untuk bisa membaca, menulis, dan berhitung. Sedangkan untuk kemampuan di bidang-bidang lain seperti IPA atau IPS tidak begitu penting untuk diberikan. Karena itu pembelajaran kepada mereka diperlukan waktu yang lama dan berulang-ulang agar mereka dapat mengerti apa yang dimaksudkan oleh kita. Pemberian pendidikan untuk mereka harus lebih hati-hati, karena sekali kita mengajarkan hal buruk dan itu dicontohnya, maka dia akan terus mengikutinya. Dalam pendidikan informal juga begitu, mereka harus diajarkan secara terus menerus sampai hafal, karena mereka tidak bisa mempetimbangkan yang benar atau salah. Namun anak tunagrahita masih dapat diajak berbicara atau berkomunikasi yang dapat dimengerti mereka, karena tidak adanya kelainan di indera-indera mereka yang lain.


Pendidikan non-formal untuk tunagrahita adalah yang tidak banyak menggunakan fungsi otak dalam berfikir. Bisa dengan membuat kerajinan tangan, membuat keset, dan benda-benda dari kertas. Sebenarnya terdapat kesamaan dengan tunarungu, namun hanya keterampilan-keterampilan tertentu saja yang memang lebih dia mengerti. Mereka bisa diajarkan ketrampilan dalam merawat rumah seperti menyapu, menyiran tanaman, dan lain sebagainya. Sehingga mereka masih dapat berinteraksi dengan yang lain. Orang tua berkeinginan, dengan dimasukkannya anak mereka yang tunagrahita ini ke SLB agar mereka mendapat kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan pada akhirnya hidup mereka akan menjadi lebih mandiri dari sebelumnya.

Monday, June 15, 2015

BOLA - BOLA NASI


BOLA - BOLA NASI
By Anantya Wulandari

Monday, April 27, 2015

#BeraniLebih untuk Berhutang

Sampai usia 25 tahunan lebih, saya punya hutang ga pernah lebih dari 500 ribu. Ngeri lah hutang itu, apalagi kalau ga bisa bayar. Beban di hati, beban di kantong *berat badan juga beban ya buuu ??*

Selepas bekerja, sampailah kita ke saat yang berbahagia. Entah mengapa, saya yang biasanya bisa saving "banyak", kok jadi sedikit ya ? Padahal gaji berdua ? mungkin karena kebutuhan juga semakin banyak, jadi fokus beli ini itu untuk perabotan, dll. 

Sampai punya anak pun gitu, hidup mati ga bakalan mau hutang. Apalagi suami yang dari sono-nya kagak mau utang, nah aku jadilah bingung, kalau kurang kan ga mungkin minta ortu ? bisa sih, tapi malu :)

Orang Tua saya sudah pernah berpesan, tidak perlu beli rumah. Ini udah dibagi satu-satu sama adek-mu, jadi masing-masing dapat rumah sendiri... dan saya pun leha-leha. Sampai suatu hari saya terketuk hati dan pikiran bahwa saya harus punya RUMAH SENDIRI dari keajaiban kantong gaji pegawai teladan Indonesia dan ga melulu dari orang tua. Sebenernya sedikit mau mutung pas tau harga rumah naik hampir 100 juta dari sebelumnya, tapi kalau dipikir, harganya bakal naik terus, jadi harus cepet-cepet ambil. Apalagi rumah di daerah Kota, udah ga ada yang dibawah 200 jeti.

Akhirnya saya niatkan diri untuk berhutang, saya ga mau nyesel ketika tua, ga ada yang diwariskan untuk anak-anak dan ga ada cerita hutang-hutangan juga sih, seru pasti kan ?! lagian ini hutang baik kok, karena saya meminjam uang untuk membeli barang atau aset yang bertambah nilainya sepanjang waktu, jadi mari kencangkan ikat pinggang *bye makan-makan di caaffeeee*

Sebelum saya berani lebih untuk berhutang, saya juga baca-baca refrensi untuk keuangan keluarga yang baik, yaitu 1/3 dari pendapatan bersih kita. Misal gaji kita 5 juta, hutang kita jangan lebih dari 2 juta, karena kalau lebih, kita pasti bakalan galau lihat produk baru di Instagram. Mau beli, ga da doku hehehehehe

Setelah berhitung, maka sekarang saatnya memutuskan apakah kita memiliki kemampuan dan bisa mengelola dampaknya terhadap pola pengeluaran  untuk beberapa waktu ke depan. Dengan demikian setiap keputusan berhutang dibuat dengan bijaksana dengan mempertimbangkan kepentingan, kebutuhan dan kemampuan membayar. Dengan demikian kita juga akan belajar menjadi debitur yang bertanggung jawab. Mari #BeraniLebih Untuk Berhutang :)

Twitter : anantyaous
Instagram : anantyaous


Saturday, March 28, 2015

Semirip apa ?


Semirip apa kalian dengan ur son or daughter ?
Kalau saya sama Kanya sih ga mirip banget di wajah, tapi saya -nya ngarep banger dia ada lesung pipi seperti saya. Kalau ga bisa dua, satu aja cukup. Pokoknya ada yang nurunin dekik Manis -Ku.

Semakin kesini, tantrum -nya mulai tumbuh. Dikit sih, tapi na'udzubillah ! Bapak yang Sabar gitu bisa marah, apalagi eike yang sumbu -nya agak lebih pendek lagi. Mana rewel, arrgghhh... Jadi habis marah-marah, kita pada minta maaf pas Kanya bubuk hehehehe
Kata Mbak yang dulu pernah njagain saya waktu kecil, kanya Ini belum ada apa-apa nya dibandingin kenakalan saya pada waktu itu. Pas bayik, suka ngerusakin Tempe jualannya orang Dan mau ga mau, Mama harus beli itu Tempe Dan masih banyak lagi yang saya pura-pura lupa mengingatnya :)
Ada lagi cerita Kanya. Pernah nih guru -nya yang di TPA Tanya : "Bunda, Kanya Ini ga pernah sarapan ?", saya jawab selalu sarapan di Rumah. Eh dilalah kok diceritain kalau Kanya itu suka sekali makan, nambah dan nambah lagi. Ih wow ! Antara bangga dan malu hahahaha Pantes Aja, pub -nya lancar jaya...
Kepikiran, tadi Tanya Papa. "Pa, Kanya Ini ga mirip sama aku ya ?" Pertama sih Papa geleng-geleng, terus ingat bahwa dulu saya... Nggeragas (baca:rakus).
MIRIP !

 


 

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...